Apa kabar iklim dunia saat ini ? Rasanya sudah tidak baik-baik saja, bukan ? Dunia sedang riuh dengan isu pemanasan global dan cuaca ekstrim. Seperti yang kurasakan saat ini, terik matahari yang begitu menyengat siang ini tiba-tiba dirundung gelapnya awan mendung di sore hari. Ahh, sudah menjadi kejadian biasa akhir-akhir ini, bukan ? Musim apakah ini, musim kemarau ataukah musim hujan? Tadi siang aku merasakan sengatan sinar matahari seperti menusuk-nusuk pori-pori kulitku, namun sore ini aku diguyur hujan deras dan genangan banjir muncul dimana-mana, hingga ramai di media pemberitaan. Beberapa negara ikut terdampak bencana banjir, bahkan di negara-negara yang tidak pernah terkena banjir sekalipun sebelumnya. Mencengangkan sekali mendengar penyebab bencana banjir tersebut, hanya karena curah hujan yang deras ! Seberapa besarkah debit air hujan yang bisa membuat banjir hanya dalam kurun waktu beberapa jam ? Belum lagi di belahan bumi lain banyak manusia yang tumbang karena suhu yang terlalu panas. Pemanasan global kah yang telah meluluh lantakkan mereka ? Nyatanya, perubahan iklim dunia sudah menjadi topik pembicaraan para pemimpin dunia di forum-forum internasional saat ini.
Ahh…rasanya baru beberapa tahun lalu ketika masih duduk di bangku sekolah, aku masih terngiang celoteh bapak guru tentang macam-macam musim yang ada di Indonesia, negara tempatku tumbuh dan berkembang saat ini. Ya, Indonesia hanya mengenal dua macam musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Masing-masing siklus musim tersebut berlangsung selama enam bulan, yaitu musim kemarau di bulan Maret hingga Agustus dan musim hujan di bulan September hingga Februari, begitulah kata bapak guru saat itu. Masih teringat olehku, hal yang paling ditunggu-tunggu dari setiap musim itu adalah musim buah-buahan yang sangat khas. Musim kemarau dipenuhi buah papaya, pisang, jeruk, semangka, sedangkan musim hujan dipenuhi buah rambutan, mangga, durian, manggis. Sekarang, entahlah buah apa saja seperti selalu dijajakan para pedagang buah tanpa mengenal musim. Ya, aku pun tak tahu musim apa saat ini, seperti pergantian musim berubah dalam sekejap dalam satu hari.
Tentu ada banyak faktor yang menyebabkan perubahan iklim tersebut, salah satunya adalah berkurangnya secara signifikan lahan hutan yang merupakan paru-paru dunia. Indonesia adalah salah satu negara dengan kawasan hutan terbesar yang berandil dalam mempengaruhi iklim dunia. Namun seperti negara-negara lainnya yang memiliki kawasan hutan yang luas, kawasan hutan di Indonesia pun sedikit demi sedikit semakin tergerus dengan semakin berkembangnya dunia industri yang membutuhkan pembukaan lahan baru.
Pemangkasan kawasan hutan merupakan ancaman yang mempengaruhi berbagai aspek, yaitu :
- Kelestarian fauna yang hidup di hutan sebagai habitat alami mereka. Tak sedikit pula kehidupan fauna langka yang akan ikut terancam seperti kera, harimau, badak, gajah, dll. Bahkan untuk jangka panjang kepunahan mereka akan merusak siklus rantai makanan.
- Ketersediaan oksigen yang merupakan hasil dari fotosintesis tanaman hijau. Oksigen merupakan kebutuhan semua mahluk hidup yaitu manusia dan hewan.
- Tidak ada penyerapan CO2 dari polusi sebagai bahan bakar fotosintesis tanaman hijau. Alhasil, polusi udara tidak dapat dikendalikan dan dalam jangka panjang akan merusak atmosfer. Sinar ultraviolet dari matahari yang langsung menerpa kulit tanpa saringan atmosfer akan merusak jaringan kulit.
- Penyerapan air tanah berkurang karena tidak ada akar-akar tanaman yang menahannya, sehingga dapat menimbulkan bencana baru seperti tanah longsor dan banjir.
Disinilah pentingnya peran pemerintah dalam pengelolaan lahan agar tetap menjaga keseimbangan antara kelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Karena mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek lingkungan akan menjadi bumerang tersendiri yang berdampak tak hanya dalam negeri tapi juga berdampak secara global.
Beberapa tahun silam, tepatnya di bulan Oktober tahun 2018, aku dan beberapa teman blogger lainnya menghadiri undangan dari program SETAPAK untuk sebuah acara tahunan bertajuk “Forestival” yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation. Saat itu acara digelar di hotel Harris Vertu, Harmoni, Hayam Wuruk, Jakarta. Tema yang diusung kala itu adalah “Pentingnya Penegakan Hukum untuk Penyelamatan Sumber Daya Alam”. Ya, begitu banyak penyimpangan dan penyalahgunaan lahan hutan beberapa tahun belakangan ini terlihat dari banyaknya pengaduan masyarakat sipil kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut nara sumber saat itu, Sukma Violetta, pengaduan masyarakat bisa dilayangkan melaui pos dan email ke Komisi Yudisial. Penegakan hukum Lingkungan di Indonesia sendiri menyangkut 3 aspek, yaitu aspek pidana, perdata dan administratif. Tujuan dari program itu untuk menyelamatkan hutan dan lahan melalui perbaikan tata kelola dengan cara keterbukaan informasi publik, penegakan hukum, pendekatan berbasis gender dan kebijakan sumber daya alam yang berkelanjutan. Alhasil, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat menekan deforestasi dari 630 ribu hektar pada tahun 2015-2016 hingga menjadi 480 ribu hektar pada tahun 2016-2017.
Proyek pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) yang sedang berjalan di kawasan Kalimantan saat ini, sedikit banyak telah memangkas lahan hutan di Kalimantan yang menjadi salah satu bagian paru-paru dunia. Belajar dari tata kelola yang kurang baik di ibukota Jakarta saat ini yang berdampak pada lingkungan, kiranya relokasi ibukota menjadi pilihan satu-satunya, tentunya dengan menerapkan tata kelola yang lebih baik agar tidak menimbulkan masalah yang sama. Apa yang bisa kita lakukan saat ini untuk berkontribusi terhadap kelestarian hutan adalah dimulai dari diri sendiri untuk melakukan penghijauan di lingkungan sekitar. Kementerian Kehutanan telah menyediakan bibit tanaman gratis bagi masyarakat yang ingin memulai dan menggalakkan penghijauan dilingkungannya masing-masing. Pada perhelatan acara ulang tahun Backpacker Jakarta beberapa tahun silam di kawasan Buperta Cibubur, aku mendapatkan bibit tanaman sawo dan belimbing dari Kementerian Kehutanan yang ikut berpartisipasi pada acara tersebut. Bentuk partisipasi kita adalah menggunakan lahan terbuka semaksimal mungkin untuk penghijauan. Pemerintah perlu memperbanyak taman kota dan hutan kota, seperti yang sedang digalakkan baru-baru ini oleh Pemda Jakarta dengan peresmian Taman Eco Park di kawasan Tebet dan hutan kota Plataran di kawasan GBK. Disetiap sudut kota Jakarta pun telah dihiasi dengan taman kota dan hutan kota. Sekiranya daerah lain dapat mengikuti jejak yang sama untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian alam di daerahnya masing-masing.
Sebagai pencinta dan penikmat alam, aku sangat menyukai kegiatan traveling menikmati alam bebas. Suara alam terdengar sangat merdu di telinga, diiringi sepoi-sepoi angin segar yang berbisik di telinga dan hangatnya sinar matahari yang menerpa kulit, dikala berbaring di tepi pantai atau berkelana didalam hutan menuju puncak gunung. Menyatu dengan alam membuatku lebih mengenal diri sendiri dalam proses meditasi. Beruntungnya sejak tahun 2015 aku tergabung dalam sebuah komunitas traveling yang begitu mendukung kegiatan alam dalam suasana penuh kekeluargaan, yaitu komunitas Backpacker Jakarta. Pertama kali bergabung dengan komunitas ini, aku langsung tertarik dengan aksi lingkungan menanam mangrove untuk konservasi hutan di desa Muara Gembong, Bekasi. Desa yang berjarak puluhan kilometer dari pusat kota itu hampir saja punah karena tergerus air laut. Program menanam mangrove menjadi kegiatan rutin beberapa waktu silam yang dilakukan komunitas Backpacker Jakarta untuk menyelamatkan desa Muara Gembong. Terakhir kali program menanam mangrove ini dilakukan di pulau Pari, kepulauan seribu, pada acara ulang tahun Backpacker Jakarta ke-6. Kiranya kegiatan positif anak muda untuk menyelamatkan lingkungan yang dilakukan komunitas Backpacker Jakarta ini patut diapresiasi dan dilestarikan. Bumi tempat kita tinggal perlu dijaga dan dilestarikan, sekarang dan hingga nanti untuk warisan anak cucu kita dan iklim dunia yang lebih sehat dan kondusif.
Dalam rangka menyambut Hari Hutan Indonesia dan Hari Kemerdekaan RI ke-77, kita seolah diingatkan kembali melalui lagu #DengarAlamBernyanyi yang dibawakan oleh Laleilmanino bersama Chicco Jericho, HIVI dan Sheila Dara Aisha. Melihat dan mendengarkan video lagu ini di youtube, spotify atau apple music seperti mengingatkan kita untuk kembali melihat bumi yang kondisinya saat ini sudah semakin memprihatinkan karena perubahan iklim dunia. Melalui video lagu ini, royalty yang didapat akan digunakan untuk perlindungan hutan di Indonesia, terutama konservasi hutan di Kalimantan. Yuk bergabung dalam #TeamUpforImpact, kontribusi kita sebagai masyarakat Indonesia untuk perlindungan hutan Indonesia dengan mendengarkan dan menyebarluaskan lagu ini agar semakin banyak royalty yang didapat dan bermanfaat untuk perlindungan hutan Indonesia, karena #HutanKitaSultan, kekayaan alam yang harus dijaga dan dilestarikan untuk iklim dunia yang lebih baik. #IndonesiaBikinBangga dengan kontribusinya untuk perbaikan iklim dunia. Yuk dengarkan lagu ini dan sebarkan kebaikan untuk alam.